Fakultas Hukum Unhas menjadi tuan rumah pertemuan Badan Kerja Sama (BKS) Dekan Fakultas Hukum Perguruan Tinggi Negeri (PTN) se-Indonesia. Acara ini berlangsung dari 29 November hingga 1 Desember 2024 di Swiss-Belhotel Makassar, dihadiri oleh lebih dari 60 peserta dari seluruh PTN di Indonesia. Seremoni pembukaan dihadiri oleh Wakil Rektor Bid. SDM, Alumni dan Sistem Informasi Unhas Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H., M.Hum., Ketua BKS Dekan FH PTN se-Indonesia Dr. Dahliana Hasan, S.H., M.Tax., Ph.D., Dekan FH Unhas Prof. Dr. Hamzah Halim, S.H., M.H., M.A.P., dan Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Prov. Sulsel Dr. Jayadi Nas, S.Sos.,M.Si. yang hadir mewakili Pj. Gubernur Sulsel. Pertemuan ini mengupas dua isu utama, yaitu pembentukan Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM) untuk program studi berbasis ilmu hukum serta strategi pengelolaan jurnal internasional bereputasi.
Sesi pertama diskusi yang dipimpin oleh Ketua BKS Dekan FH PTN se-Indonesia Dr. Dahliana Hasan, S.H., M.Tax., Ph.D., menyoroti perlunya inisiasi LAM Hukum untuk meningkatkan standar akreditasi. Hal ini penting guna memastikan mutu pendidikan hukum di Indonesia. LAM Hukum menjadi kebutuhan mendesak agar fakultas hukum dapat bersaing di tingkat nasional dan internasional. Proses pembentukan harus segera dilakukan sebelum batas waktu pada Agustus 2025. Tiga opsi strategis yang dibahas meliputi pembentukan LAM oleh BKS Dekan, pengajuan melalui pemerintah, serta upaya hukum dengan judicial review (JR) terhadap peraturan terkait.
Sesi kedua yang dipimpin oleh Prof. Dr. Irwansyah, S.H., M.H., membahas tantangan dan peluang pengelolaan jurnal hukum. Saat ini, Indonesia memiliki 46 jurnal hukum yang terindeks Scopus, sebagian besar terkonsentrasi di Jawa. Namun, wilayah lain seperti Sulawesi dan Papua mulai menunjukkan kemajuan. Pengelolaan jurnal perlu didukung kebijakan yang mendorong sitasi dan kolaborasi, seperti pertukaran artikel, editor, dan reviewer. Selain itu, upaya klasterisasi jurnal dari Sinta 6 hingga Scopus dinilai efektif untuk peningkatan indeksasi.
Pertemuan ini juga menghasilkan rekomendasi agar syarat Guru Besar tidak hanya bergantung pada Scopus, tetapi cukup Sinta 1, dengan melibatkan kebijakan Kementerian. Selain itu, peserta mendorong pengelola jurnal untuk terus meningkatkan standar substansi dan konsistensi penerbitan.