Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Lemdiklat) Polri Komjen. Pol. Prof. Dr. Chrysnanda Dwilaksana, M.Si., menjadi narasumber dalam Kuliah Umum bertajuk “Peran Lembaga Pendidikan Polri dalam Pembentukan dan Pengembangan Pendidikan Hukum di Indonesia” yang digelar di Baruga Prof. Dr. Baharuddin Lopa, S.H., Fakultas Hukum Unhas pada Jumat (24/10). Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Dekan FH Unhas Prof. Dr. Hamzah Halim, S.H., M.H., M.A.P. dipandu oleh Dosen FH Unhas Fajlurrahman Jurdi, S.H., M.H., sebagai moderator.

Dekan dalam sambutannya menyampaikan apresiasi kepada narasumber dan menilai bahwa kegiatan ini merupakan momentum berharga yang mempertemukan dua dunia penting, yaitu penegak hukum dan pendidik hukum. Ini adalah kesempatan langka untuk saling memahami dan berkolaborasi. Polri merupakan salah satu pilar utama sistem peradilan pidana yang harus ditopang oleh sumber daya manusia yang kokoh dan berintegritas. Ia juga menegaskan pentingnya mempererat interaksi antara dunia akademik dan dunia penegakan hukum agar dapat memperkaya penelitian serta pengembangan ilmu hukum, baik di tingkat skripsi, tesis, maupun disertasi.
Dalam kuliah umumnya, Prof. Chrysnanda membuka dengan pernyataan bahwa Fakultas Hukum merupakan “kampus peradaban.” Ia menjelaskan bahwa makna Pro Justitia adalah “untuk keadilan,” dan bahwa kedaulatan bangsa hanya dapat tegak jika hukum ditegakkan dengan baik. Hukum adalah ikon peradaban; penegakan hukum mencerminkan tingkat kemanusiaan dan peradaban suatu bangsa. Ia mengajak mahasiswa hukum untuk meneladani sosok Prof. Baharuddin Lopa, seorang tokoh hukum yang dikenal berintegritas tinggi, serta menjadi pribadi yang kritis dan berpihak pada mereka yang lemah dan termarginalkan. Menurutnya, moralitas adalah fondasi utama bagi penegak hukum. Penegakan hukum tanpa moral hanya akan melahirkan ketidakadilan. Hukum hadir untuk menyelesaikan konflik secara beradab dan mencegah konflik yang lebih luas.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa sanksi hukum harus bersifat mendidik dan memanusiakan, serta bertujuan menumbuhkan kesadaran hukum di masyarakat. Tujuan hukum bukan mencari kesalahan, melainkan mewujudkan keadilan, kepastian, dan kemanfaatan. Ia juga menyoroti pentingnya membangun budaya hukum yang hidup di tengah masyarakat, di mana hukum harus menjadi panglima dalam demokrasi sebagai pilar utama negara hukum yang berdaulat.
Dalam konteks bangsa Indonesia yang majemuk, Prof. Chrysnanda menilai hukum harus mampu merefleksikan nilai-nilai kebhinekaan, toleransi, kemanusiaan, dan keadilan. Polisi, katanya, adalah pelayan keamanan yang bertugas menciptakan rasa aman dan nyaman bagi seluruh masyarakat. Insan hukum harus anti-premanisme, anti-korupsi, dan menolak segala bentuk pelanggaran hukum.
Menutup kuliahnya, Prof. Chrysnanda menegaskan bahwa hukum tidak boleh hanya berhenti di dalam buku, tetapi harus hidup dalam perilaku manusia. Kepatuhan hukum, menurutnya, harus menjadi kebanggaan sosial, termasuk dalam ruang digital dan media sosial. Ia mengajak seluruh sivitas akademika untuk terus mengembangkan pemikiran hukum progresif, agar hukum Indonesia selalu relevan dan adaptif terhadap perkembangan masyarakat.


