Fakultas Hukum Unhas menggelar Kuliah Umum dengan menghadirkan Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Kemenko Polhukam RI Dr. Sugeng Purnomo, S.H., M.H. dengan tema "Optimalisasi Pemberantasan Korupsi melalui Perampasan Aset dan Anti Pencucian uang". Kegiatan berlangsung pada Jumat (1/12) di Baruga Prof. Dr. H. Baharuddin Lopa, S.H. dan dibuka seacar resmi oleh Dekan Fakultas Hukum Unhas Prof. Dr. Hamzah Halim S.H., M.H., M.A.P. Bertindak sebagai Moderator yakni Guru Besar Hukum Pidana FH Unhas Prof. Dr. Amir Ilyas, S.H., M.H. yang juga merupakan Wakil Dekan Bid. Kemitraan, Riset dan Inovasi Sekolah Pascasarjana Unhas. Kuliah Umum diikuti oleh Mahasiswa Program Sarjana, Magister dan Doktor FH Unhas.
Dr. Sugeng Purnomo, S.H., M.H. dalam pemaparannya menyampaikan bahwa sebagai upaya penguatan kebijakan antikorupsi, Kemenko Polhukam mengkoordinasikan penyusunan RUU Perampasan Aset dan penguatan kebijakan Anti Pencucian Uang melalui Satgas TPPU. Perampasan Aset dan Kebijakan Anti Pencucian Uang akan menjadi fokus Pemerintah dalam memperbaiki pemberantasan korupsi di Indonesia. Korupsi terjadi apabila terdapat monopoli dan diskresi tanpa disertai akuntabilitas. RUU Perampasan Aset menggunakan konsep Non-Conviction Based Forfeiture atau upaya paksa negara untuk mengambil alih penguasaan dan/atau kepemilikan aset tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan inkracht tanpa didasarkan pada penghukuman terhadap pelakunya. Beliau menambahkan bahwa Korupsi sangat berkaitan dengan TPPU karena tersangka perlu menyimpan, mengalihkan dan menggunakan uang hasil korupsi. Sehingga Penyidik harus mencari fakta terkait aliran uang hasil korupsi. Selain itu apabila terdapat harta milik tersangka yang diperkirakan tidak wajar bila dibandingkan dengan penghasilan tersangka, Penyidik dapat melakukan penyitaan dengan dasar tindak pidana pencucian uang. Berdasarkan data Penilaian Risiko Indonesia Terhadap TPPU Tahun 2021, PPATK mengidentifikasi bahwa jenis TPA yang memiliki risiko TPPU paling tinggi adalah Tindak Pidana Korupsi dengan indikator berupa tingkat ancaman, kecenderungan, kerentanan, dampak, dan risiko TPPU tertinggi (skor 9 dari 10).
Langkah optimalisasi pemberantasan korupsi antara lain mendorong APH untuk menggunakan Pasal TPPU dalam penanganan Tindak Pidana Korupsi guna meningkatkan pengembalian kerugian keuangan negara, penguatan peran Komite TPPU untuk menjamin kepatuhan APH dalam menindaklanjuti LHA dan LHP PPATK serta melaksanakan Inpres Nomor 2 Tahun 2017 tentang Optimalisasi Pemanfaatan LHA dan LHP., serta percepatan terbitnya RUU Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana sebagai penguatan regulasi dengan pendekatan Non-Conviction Based Forfeiture atau Upaya paksa negara tanpa didasarkan pada penghukuman terhadap pelakunya.