Fakultas Hukum Unhas Gelar Bedah Buku Bahas Legalitas Dan Legitimasi Surat Keterangan Tanah

Fakultas Hukum Unhas gelar bedah buku bahas Legalitas dan Legitimasi Surat Keterangan Tanah

Rabu, 23 Oktober 2024, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (FH Unhas) mengadakan bedah buku “Legalitas dan Legitimasi Surat Keterangan Tanah”, karya Dr. Marcella Santoso, SH, MKn.. Acara ini dipandu oleh Dr. Aulia Rifai dan menghadirkan mahasiswa program sarjana, magister, akademisi dalam lingkup fakultas hukum unhas. Penulis buku yang juga seorang advokat dan konsultan hukum. Acara ini dibuka oleh Wakil Dekan FH Unhas, Ibu Prof. Dr. Iin Karita Sakharina, SH, MA, yang menyampaikan harapannya bahwa hasil dari diskusi ini dapat memberikan kontribusi nyata dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang hukum perdata, serta memperbaiki sistem administrasi pertanahan di Indonesia.

Dalam pemaparannya, Dr. Marcella Santoso mengangkat isu-isu krusial mengenai surat keterangan tanah (SKT) yang seringkali menjadi sumber polemik dalam sengketa pertanahan di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa SKT, yang sering diterbitkan oleh kepala desa, kerap dijadikan sebagai alat bukti legal dalam beberapa kasus, meskipun bukan sertifikat tanah resmi. Dari 150 kasus yang diteliti, hakim sering memenangkan pihak yang menggunakan SKT berdasarkan dua pertimbangan utama, yakni legalitas dan legitimasi. Legalitas merujuk pada pengakuan formal atas hak tanah melalui SKT, sedangkan legitimasi didukung oleh kesaksian penguasaan fisik atas tanah tersebut.

Dr. Marcella juga menekankan pentingnya perbaikan administrasi pertanahan di Indonesia, dengan salah satu rekomendasinya adalah digitalisasi sistem pertanahan di tingkat desa. Hal ini diharapkan dapat mengurangi konflik kepentingan dan memberikan kepastian hukum yang lebih baik dalam pembuktian kepemilikan tanah. Dalam buku ini, ia juga menyoroti bahwa SKT dapat menjadi bukti yang sah jika prosedur penerbitannya jelas dan sesuai dengan hukum.

Tanggapan dari pembedah, Prof. Dr. Anwar Borahima, SH, MH menekankan bahwa meskipun SKT memiliki peran penting dalam pengakuan penguasaan tanah, hal itu tidak serta-merta menjadikannya bukti hak yang sah. Ia menyebutkan bahwa hukum adat juga memiliki konsep “pelepasan hak” yang memperhatikan niat baik dan pengakuan dari masyarakat sekitar. SKT menurutnya hanyalah bentuk pengakuan fakta, bukan pemberian fakta yang sah secara hukum.

Diskusi yang berlangsung interaktif ini juga diwarnai dengan berbagai pertanyaan dari peserta, termasuk mengenai kekuatan hukum SKT dalam pengadilan, masalah administrasi pertanahan yang sering tumpang tindih, serta peran teknologi dalam mendukung digitalisasi sistem pertanahan. Dengan adanya perbaikan tersebut, diharapkan konflik pertanahan dapat diminimalisir dan masyarakat memiliki jaminan hukum yang lebih pasti terkait hak atas tanah yang mereka miliki.